{ Nestapa }

 



Aku dan nestapa selalu saja berjalan beriringan dan tak lupa aku selalu menyapa sejenak terhadap nestapa seolah kami kawan lama yang terlalu akrab untuk saling melupakan.Ia tak pernah absen, hadir di pagi yang kusut di malam yang menggigilmembisikkan kepedihan dengan suara selembut angin yang menusuk tulang
Aku mencoba mengusirnya, berkali-kali
dengan tawa palsu, dengan doa yang gemetar
namun ia selalu tahu jalan pulang—
menuju hatiku yang retak, menuju jiwa yang lelah bertahan

Terkadang aku bertanya
apa aku memang dilahirkan untuk bersahabat dengan luka?
Apa hidupku tak pernah layak bahagia walau setitik saja?
Nestapa duduk di sampingku saat senja
mengusap bahuku sambil berkata,
“Tak apa, biarkan dunia tak mengerti. Aku di sini, selalu.”
Dan aku, yang terlalu letih untuk membantah
hanya bisa menatap langit yang tak pernah menjawab

sementara air mataku perlahan menyatu
dengan diam yang paling dalam
Langit tak pernah memberi jawaban hanya membentang luas seakan mengejek kecilnya aku—yang terus berharap pada sesuatu yang tak pernah datang
Aku tetap duduk di sana, membiarkan nestapa bersandar di pundakku
sementara tubuhku makin tenggelam dalam hening yang menggigil
Aku ingin berteriak, tapi suara itu tertahan di tenggorokan

Aku ingin lari, tapi langkahku seperti terkunci oleh beban-beban yang tak kasat mata
Di dalam dada, gemuruh yang tak terdengar itu terus menghantam
menyisakan luka-luka baru dari ingatan yang tak jua sembuh
Orang-orang bilang, waktu akan menyembuhkan segalanya
Tapi mereka tak tahu
bahwa waktuku sendiri telah mati
terkubur di antara hari-hari yang hanya berisi kehilangan dan penyesalan
Aku memeluk diri sendiri

karena tak ada tangan lain yang merangkul
tak ada suara lain yang bertanya "Apa kau baik-baik saja?”
Dan sekalipun ada, aku pun tak tahu harus menjawab apa
Karena aku tidak baik-baik saja
Karena setiap senyum yang kutampilkan hanyalah pelindung bagi duka yang mengendap
Karena setiap langkah yang kuambil 
selalu terasa menuju kehampaan
Karena aku telah terlalu akrab dengan luka hingga lupa seperti apa rasanya utuh
Malam kembali datang
dan seperti biasa, nestapa menarikku masuk ke pelukannya

Kami berbaring dalam sepi yang tak pernah reda
menghitung bintang yang hanya bisa kulihat, tapi tak bisa kugapai
Dalam hati, aku berbisik
jika ini adalah takdirku
maka biarkan aku menari dalam luka
sampai semuanya tak lagi terasa
sampai aku tak lagi menangis diam-diam
sampai aku menghilang tanpa suara...

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

{ SKIZOFRENIA }

{ LAKUNA }

{ NELANGSA }